Perjalanan Bertahap Acho yang ”Agak Laen”
Film ”Agak Laen” garapannya mendulang sukses besar. Untuk mencapainya, tak instan. Acho menjalaninya bertahap.
Pada saat tulisan ini mulai digarap, film komedi horor Agak Laen (2024) yang disutradarai Muhadkly Acho nyaris menyentuh rekor jumlah penonton baru, 8,5 juta orang. Angka yang terbilang fantastis sekaligus menempatkan film itu di posisi kedua film Indonesia terlaris setelah KKN di Desa Penari yang mencetak 10 juta lebih penonton.
Prestasi ini menjadi sebuah pencapaian besar bagi Acho, seorang sineas tanpa pendidikan formal di bidang sinematografi. Hal itu diakui oleh Acho saat berkunjung ke Menara Kompas, Minggu (3/3/2024).
Pria berdarah Bugis bernama lengkap Muhadkly Makkatutu Temmalengkang itu masuk ke dunia film secara bertahap, mulai dari media sosial, komedi tunggal (stand up comedy), menjadi pemeran, penulis naskah film, konsultan humor, hingga akhirnya sutradara.
Baca juga: Muhlis Hadrawi, Merawat ”Kama Sutra” Orang Bugis
Setelah lulus dari Jurusan Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah, Acho jadi orang kantoran terlebih dahulu. Ia bekerja di sebuah agensi digital selama tujuh tahun. Salah satu pekerjaan utamanya kala itu adalah membangun jaringan (web developer). ”Sampai tahun 2012 masih ngantor,” katanya.
Sembari kuliah dan kemudian bekerja, Acho aktif di media sosial Twitter (sekarang bernama X). Ia kerap mengunggah beragam cerita, komentar, atau pengalaman lucunya sendiri. Dia segera beken di Twitter. Akunnya diikuti sampai 500.000 pengikut. Lewat Twitter, ia juga mengenal orang-orang yang belakangan berpengaruh pada perjalanan hidupnya.
Salah seorang di antaranya Ernest Prakasa. Dia memperkenalkan dunia stand up comedy kepada Acho. Suatu ketika, Ernest mengajak Acho tampil di panggung alias open mic di acara yang digagas Ernest di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Awalnya, Acho ragu lantaran merasa dirinya tak bisa melucu.
Ernest terus mendorongnya. Ia hanya meminta Acho tampil apa adanya dan mengangkat komentar-komentar atau cerita-cerita lucu yang kerap Acho unggah di akun media sosialnya. Dari situlah Acho kemudian belajar membuat naskah komedi.
”Saat itu Ernest juga ikut kompetisi SUCI di Kompas TV. Dia lalu berinisiatif membangun komunitas (komika). Saya termasuk yang diajak untuk tampil di event dia. Saya dijapri dan diajak open mic di Comedy Café Kemang. Di sana ketemu Radit (Raditya Dika),” kenangnya.
Kiprah Acho mulai dikenal setelah beberapa penampilannya diunggah melalui media sosial. Apalagi komedi tunggal sedang meledak berkat program kompetisi SUCI di Kompas TV. Acho tidak bisa ikut berkompetisi di SUCI seperti Ernest lantaran masih bekerja.
Sebagai ”orang kantoran”, dia merasa bakal kesulitan jika harus mengikuti kompetisi yang waktunya terprogram dan pesertanya dikarantina dalam jangka waktu tertentu. ”Memang waktu itu komika terbagi dua. Mereka yang membangun karier dari ikut kompetisi, atau yang seperti saya, tampil langsung di panggung-panggung terbuka. Selain saya, ada Soleh Solihun dan Mongol,” tambah Acho.
Memang waktu itu komika terbagi dua. Mereka yang membangun karier dari ikut kompetisi, atau yang seperti saya, tampil langsung di panggung-panggung terbuka.
”Awal-awal setelah sering tampil di panggung open mic memang ada juga tawaran tampil di stasiun televisi. Biasanya setiap sore pulang dari kerja di agensi saya bawa baju ganti. Acara taping-nya (rekaman), kan, biasanya sore. Masih bisa jadi pekerjaan sampingan. Saya belum berani melepas status pekerjaan yang sudah settle dengan posisi yang sudah lumayan,” tuturnya.
Rupanya, dunia hiburan semakin kuat memanggilnya. Tawaran untuk main film pun muncul. Acho menanggapinya dengan serius. Walakin, ia baru kebagian peran-peran kecil, antara lain di film Luntang Lantung, Bajaj Bajuri the Movie, dan Viva JKT48.
Tawaran untuk terlibat dalam dunia film terus mengalir. Acho mulai berpikir bahwa aktivitasnya di dunia hiburan tidak bisa lagi jadi pekerjaan sambilan. Ia akhirnya membuat keputusan berani: mengundurkan diri dari pekerjaan utamanya pada 2014. Ia mencoba peruntungan di dunia film tanpa ada jaminan akan sukses.
Ia bekerja keras, serius mempelajari berbagai keahlian baru di dunia yang baru ia masuki ini. Ia ikuti kelas-kelas pelatihan yang biasa disiapkan pada setiap awal produksi, terutama di tahap pembacaan (reading) naskah. Keputusannya tidak salah. Tawaran untuk terlibat dalam produksi film terus berdatangan. Kalau ditotal, sepanjang 10 tahun terakhir, 2014-2024, rata-rata Acho bisa terlibat di empat film per tahun. Bahkan, pada 2017, ia terlibat dalam produksi tujuh film, seperti Susah Sinyal, Surga yang Tak Dirindukan 2, Security Ugal-ugalan, dan From London to Bali.
”Ibarat belajar berenang, saya itu seperti langsung diceburin ke dalam kolam, ha-ha-ha,” ujar Acho.
Baca juga: Luviana Ariyanti, Pergulatan Pejuang Kesetaraan
Ia menuturkan, ada banyak faktor yang melandasi seorang komika seperti dirinya bisa terjun ke dunia film. Faktor itu, antara lain, kesempatan, minat, dan kecocokan. Ada kalanya kesempatan dan minat sudah ada, tetapi tak didukung kecocokan dari dirinya.
Pengalaman tampil sebagai komedian tunggal tak lantas membuat seorang komika punya keahlian akting. Akting, bagaimanapun, merupakan kerja interaktif dan terkait dengan para aktor lain, juga kru film. Sementara itu, seorang komika di atas panggung lebih banyak berperan sebagai seorang penyampai cerita, yang berinteraksi dengan penonton secara langsung.
Konsultan kelucuan
Selain mendalami kemampuan akting, Acho juga mencoba mengasah kemampuannya membuat naskah film. Ia mencoba menggali dari kebiasaannya membuat materi lawakan yang akan dibawakan di panggung komedi tunggal. Ia tidak memulai dari nol.
Sebagai penulis naskah, ia, antara lain, terlibat dalam proses pengembangan naskah Bajaj Bajuri the Movie (2014). Ia juga terlibat pengembangan naskah Kapal Goyang Kapten (2019) bersama Andi Wijaya, sesama komika. Selain menulis naskah, Acho juga memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya sebagai komika ke dalam proses produksi film. Ia menjadi konsultan komedi.
”Jabatan” itu menjadi semacam tahap selanjutnya dari keterlibatan Acho di dunia film. Awalnya, ajakan itu dilontarkan Ernest yang tengah menggarap film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018). Tugas utama seorang konsultan komedi adalah memastikan dialog atau adegan yang sejak awal dirancang untuk lucu bisa tersampaikan dengan baik dan membuat penonton terpingkal-pingkal.
Ada banyak hal lucu bisa menjadi ”garing” lantaran cara penyampaiannya dalam dialog atau adegan tidak tepat. Apa yang dilakukan seorang konsultan komedi, menurut Acho, sebetulnya adalah satu tahapan yang biasa dilakukan seorang komika sebelum manggung.
”Jadi, saat menulis satu joke, kita enggak tahu itu bakal lucu atau enggak. Untuk bisa tahu, kita harus tes dulu ke publik apakah materi ini sudah lucu atau belum. Caranya, lewat open mic,” ucap Acho.
Dari situ, seorang komika bisa mengetahui kenapa satu materi komedi bisa memancing tawa di satu penampilan, sementara di tempat lain tidak. Padahal, materi lawakannya sama.
Bisa jadi, ujar penggemar berat aktor dan sutradara komedi Hong Kong, Stephen Chow, ini, ada unsur pendukung tertentu yang membuat satu bahan candaan bisa tepat diterima. Namun, bisa juga analogi atau diksi yang digunakan untuk menyampaikan humor kurang tepat.
Jadi, saat menulis satu joke, kita enggak tahu itu bakal lucu atau enggak. Untuk bisa tahu, kita harus tes dulu ke publik apakah materi ini sudah lucu atau belum.
”Atau, bisa juga saat joke itu disampaikan ke orang luar Jakarta, penonton enggak nangkep lucunya. Semua hasil analisis tadi kita terapkan ke dalam film agar lucunya bisa pecah. Sebagai komedian, kami selalu percaya yang namanya komedi harus digarap dengan serius,” papar Acho.
Masih ada dua film lagi di mana Acho berperan sebagai konsultan komedi, yakni Ghost Writer dan Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan. Kedua film itu tayang tahun 2019.
Bekal jadi sutradara
Berbekal pengalaman menjadi konsultan komedi di beberapa film dalam beberapa tahun terakhir itu, Acho melangkah ke tahap berikutnya di dunia film: menjadi sutradara. ”Kalau langsung jadi sutradara, kan, kayaknya enggak mungkin karena butuh pengetahuan teknis dan spesifik, yang biasanya hanya didapat dari bangku kuliah perfilman,” ungkapnya.
Namun, dia cukup percaya diri. Berkat keterlibatannya sebagai konsultan komedi, Acho mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan berharga untuk menjalani debutnya menjadi sutradara. Bagaimana tidak, sebagai konsultan komedi, dia kerap berada di samping sutradara sehingga dengan leluasa melihat dan menyerap ilmu penyutradaraan secara teknis.
Peran dan tugas seorang sutradara, menurut dia, paling berat lantaran dia juga harus paham berbagai masalah, mulai dari urusan teknis hingga cara mengelola orang.
Semesta seolah mendukung. Bak gayung bersambut, pendiri sekaligus pemilik rumah produksi Starvision Plus, Chand Parwez Servia, memberinya tantangan menggiurkan. Acho ditawari menyutradarai dua film yang diproduseri Chand, Gara-garaWarisan (2022) dan Ghost Writer 2 (2022). Keduanya bisa dikatakan tidak mengecewakan.
Baca juga: "Malaikat" bagi Banyak Mahasiswa
Terkait Agak Laen yang terbilang berhasil membangkitkan antusiasme penonton, Acho menganggapnya sebagai hal yang membanggakan, sekaligus mengejutkan. Namun, ia berpuas hati dan terburu-buru melangkah ke tahap atau fase berikutnya.
Baginya, kesuksesan sebuah film sangat dipengaruhi banyak faktor. Agak Laen, ujarnya, boleh jadi penempatan waktu tayangnya sangat tepat, saat orang sedang sangat jenuh dengan situasi politik seputar momen Pemilu 2024. Agak Laen menjadi oase yang menyegarkan.
Ia berharap, kelak bisa menjadikan Agak Laen seperti film-film Warkop DKI di masanya. Bersekuel, tetapi dengan isi materi cerita yang berbeda antarsekuel sehingga bisa berkelanjutan dengan kisah dan kelucuan yang beragam.
Acho memang agak laen....
Muhadkly Acho
Lahir: 16 Oktober 1983
Pekerjaan: komedian, penulis naskah, konsultan komedi, aktor, dan sutradara