Pulau Jawa Berisiko Tinggi Terlanda Gempa Berskala Besar
Gempa bumi merupakan salah satu bencana yang berisiko tinggi menelan korban jiwa relatif banyak di Pulau Jawa.
Oleh
BUDIAWAN SIDIK A
·5 menit baca
Pulau Jawa memiliki tingkat risiko bencana alam yang sangat tinggi di Indonesia. Berbagai jenis bencana alam mulai dari bencana geologi, vulkanologi, hidrometeorologi, kekeringan, dan kebakaran hutan rentan terjadi di pulau terpadat di Indonesia ini. Dari berbagai jenis bencana tersebut, gempa bumi merupakan salah satu bencana yang berisiko tinggi menelan korban jiwa yang relatif banyak.
Peristiwa gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,5 yang terjadi di lepas pantai berjarak 156 kilometer arah barat daya Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Sabtu (27/4/2024) malam menjadi pengingat betapa tingginya intensitas kegempaan di Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada kurun pertengahan Maret 2024 hingga hari ini, setidaknya sudah terjadi 30 kejadian gempa bumi bumi berkekuatan magnitudo lebih dari 5. Artinya, ada potensi gemba bumi tersebut dapat menimbulkan kerusakan, menelan korban, dan bahkan memicu terjadinya tsunami.
Dari 30 peristiwa kejadian gempa terkini BMKG itu, setidaknya ada 8 gempa bumi yang terjadi di Pulau Jawa yang tersebar mulai dari wilayah barat hingga timur. Tidak semua peristiwa itu menimbulkan dampak kerusakan, tetapi tetap harus menjadi perhatian bersama semua pihak. Mitigasi terkait bencana geologi harus menjadi prioritas yang harus dilakukan setiap saat.
Pada gempa bumi semalam menimbulkan sejumlah kerusakan di Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, dan Ciamis. Kerusakan juga terpantau di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Pangandaran, Purwakarta, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cimahi. Setidaknya ada 24 unit rumah, 1 bangunan SMP, serta sejumlah fasilitas kesehatan, rumah ibadah, dan keamanan turut terdampak (Kompas.id, 28 April 2024).
Bencana alam geologi yang berpusat di wilayah Garut Sabtu malam menjadi peringatan bahwa intensitas bencana gempa berskala relatif besar tampak sedang mengintai Pulau Jawa. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), setidaknya sudah tiga tahun belakangan, sejak 2021 hingga 2023, terjadi bencana gempa bumi yang menimbulkan dampak relatif besar.
Pada tahun 2021, terjadi gempa bumi berskala magnitudo 6,1 yang terjadi di wilayah selatan Malang, Jawa Timur, yang berdampak di 17 daerah di sekitarnya. Dilaporkan 10 orang meninggal, 115 orang terluka, dan sekitar 2.074 orang mengungsi. Bencana gempa yang terjadi pada 10 April 2021 pada siang hari itu merusak ribuan unit bangunan, terdiri dari 606 unit fasilitas umum, sekitar 8.900 unit rumah rusak ringan, 5.152 rumah rusak sedang, dan 2.414 rumah rusak berat.
Pada tahun 2022, terjadi gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 di wilayah Cianjur, Jawa Barat. Gempa berkedalaman 10 kilometer di daratan pada siang hari itu di rasakan di 10 kabupaten/kota di Jabar. Dampak gempa itu relatif sangat besar karena menelan korban jiwa hingga 602 orang dan 5 orang lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, peristiwa itu menimbulkan luka-luka hingga 593 orang dan memaksa 114.683 orang mengungsi untuk sementara waktu.
Gempa Cianjur itu menjadi perhatian besar secara nasional karena menimbulkan kerusakan yang cukup dahsyat. Dilaporkan menimbulkan kerusakan hingga puluhan ribu unit bangunan, terdiri dari 56.548 unit rumah, 701 unit fasilitas pendidikan, 281 unit rumah ibadah, 18 unit gedung perkantoran, dan 18 unit fasilitas kesehatan.
Masifnya skala kerusakan membuat sejumlah masyarakat harus direlokasi dari wilayah patahan gempa. Pemerintah menganggarkan sekitar 1.600 unit rumah untuk dibangun di luar lokasi patahan itu untuk ditempati masyarakat yang pindah menjauhi area potensi bencana.
Tahun berikutnya, pada 2023, terjadi gempa berkekuatan magnitudo 6 yang mengguncang wilayah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gempa pada akhir Juni pada petang hari itu terjadi di wilayah laut berjarak 86 kilometer barat daya Bantul berkedalaman 67 kilometer. Gempa itu tidak berpotensi tsunami, tetapi turut dirasakan di 22 wilayah kabupaten/kota di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Gempa tersebut menewaskan 1 orang, melukai 23 orang, dan berdampak langsung pada 383 keluarga sehingga sebagian di antaranya harus mengungsi. Sama seperti ekses gempa lainnya, bencana ini mengakibatkan sejumlah bangunan rusak. Setidaknya ada 600 unit rumah, 15 fasilitas pendidikan, dan 10 rumah ibadah terdampak kerusakan.
Bencana gempa besar di Jawa
Sejumlah peristiwa gempa relatif besar yang runtut terjadi di Pulau Jawa itu harus menjadi perhatian serius untuk diikuti dengan sejumlah langkah mitigasi yang tepat. Seluruh pemangku kebijakan, masyarakat, dan segenap stakeholder harus memiliki kesadaran mengenai antisipasi bahaya kebencanaan. Apalagi, Pulau Jawa pernah dilanda sejumlah peristiwa gempa bumi yang menelan banyak nyawa di masa lalu.
Jadi, bukan mustahil ancaman bencana besar itu akan terus berlangsung sepanjang masa sehingga menuntut seluruh masyarakat yang bermukim di Pulau Jawa untuk terus waspada setiap saat. ”Rutinitas” gempa bumi berskala relatif besar yang terjadi beberapa tahun ini harus menjadi perhatian serius semua pihak untuk membenahi upaya mitigasi guna meminimalisasi jatuhnya korban.
Dari katalog Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, terdapat sejumlah laporan yang menunjukkan beberapa peristiwa gempa bumi berskala besar di Pulau Jawa.
Salah satu yang terbesar adalah gempa bumi di Bantul, DIY, berkekuatan magnitudo 6,2 berkedalaman 17,1 kilometer di sesar darat Sungai Opak. Peristiwa yang terjadi pada 27 Mei 2006 ini menimbulkan korban jiwa di Yogyakarta dan sekitarnya hingga 5.700 jiwa serta melukai ribuan orang. Bencana ini terjadi secara menyebar mulai dari Kabupaten Bantul dan Sleman di Yogyakarta serta Provinsi Jateng yang terjadi di Kabupaten Klaten, Purworejo, dan wilayah Magelang.
Di tahun yang sama, yakni 2006, terjadi lagi gempa besar di wilayah pantai di kawasan Pangandaran, Jabar, dengan kekuatan magnitudo 7,7. Gempa yang terjadi pada 17 Juli 2006 itu menimbulkan tsunami dengan ketinggian berkisar 1-6 meter yang menyebar mulai dari Pantai Pangandaran, Kebumen, Cilacap, hingga Pantai Samas dan Parangtritis di Yogyakarta. Tercatat ada 550 korban jiwa yang meninggal dan melukai ratusan orang di sekitar pantai.
Gempa bumi yang memicu tsunami juga pernah terjadi di kawasan Jawa Timur, tepatnya di Banyuwangi pada 3 Juni 1994. Bencana gempa berkekuatan magnitudo 7,2 itu terjadi di sekitar Rajegwesi, Banyuwangi, menimbulkan efek tsunami hingga di wilayah Pantai Banyuwangi, Jember, Malang, Blitar, Tulung Agung, Trenggalek, dan Pacitan. Akibat bencana gempa bumi dan tsunami hingga berketinggian gelombang 1-13 meter itu menimbulkan korban jiwa hingga 250 orang, 127 orang dinyatakan hilang, 423 orang luka-luka, serta merusak 1.500 unit rumah dan perahu hingga 278 unit.
Rangkaian peristiwa bencana alam tersebut menjadi pertanda bahwa wilayah Pulau Jawa sangatlah rentan terhadap ancaman bencana geologi. Hal ini seiring dengan tingginya potensi ancaman bencana lainnya, seperti bencana vulkanologi yang juga bertalian erat dengan peristiwa geologi. Banyaknya gunung api aktif di Pulau Jawa menimbulkan potensi gempa vulkanik yang sangat tinggi tatkala gunung tersebut akan erupsi. Akibat getaran gempa vulkanik tersebut menyebabkan sejumlah rumah di sekitar gunung menjadi terdampak kerusakan. Selain itu, juga terkadang menimbulkan longsoran saat terjadi gempa vulkanik sehingga membahayakan bagi masyarakat di lereng gunung.
Bahkan, gempa vulkanik pun dapat berpotensi menimbulkan tsunami. Contohnya, saat terjadi letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 dan memicu tsunami yang menghantam daerah pesisir Banten dan Lampung. Akibatnya, setidaknya ada 426 orang tewas, 7.202 orang terluka, dan 23 orang lainnya dinyatakan hilang akibat terjangan tsunami.
Sejumlah peristiwa bencana alam itu kian meneguhkan bahwa Pulau Jawa yang sarat dengan kemajuan ekonomi tersebut sangat rentan terlanda bencana. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi yang berlangsung di Jawa harus mengedepankan prinsip mitigasi lingkungan dan juga kebencanaan. Tanpa mempertimbangkan hal ini, maka risiko kehancuran akibat bencana alam akan semakin tinggi. Kajian dan juga rekayasa engineering sangat diperlukan agar infrastruktur pendukung ekonomi dapat kokoh menghadapi ancaman bencana geologi yang sangat tinggi di Pulau Jawa. (LITBANG KOMPAS)