Parpol Utamakan Kader, Duet Anies-Ahok di Pilkada Jakarta Sulit Terwujud
Wacana memasangkan Anies dan Ahok di Pilkada DKI Jakarta mengemuka. Akankah wacana itu terwujud?
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana menduetkan Anies Rasyid Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dinilai sulit terwujud. Selain terhalang peraturan perundang-undangan, keduanya juga memiliki basis massa yang berbeda. Partai-partai politik juga diyakini akan mengutamakan kader internal untuk diusung sebagai calon gubenur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Wacana menyandingkan Anies-Ahok dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta digulirkan pertama kali oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, Senin (6/5/2024). Saat itu, Hasto menyatakan bahwa Anies-Ahok merupakan tokoh yang diusulkan kepada PDI-P untuk diusung sebagai bakal calon kepala daerah di DKI Jakarta. Keduanya juga dinilai sebagai sosok yang mencerminkan karakter Indonesia.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (9/5/2024), mengatakan, sebagai sesama calon gubernur DKI Jakarta yang pernah bersaing ketat di Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017, Anies dan Ahok relatif sulit disandingkan untuk Pilgub 2024. Keduanya memiliki basis massa yang berbeda.
”Jadi, duet Anies-Ahok tidak bakal terjadi. Peluangnya sulit dan berat. Secara ideologi dan basis massa, mereka beda. Mereka bagaikan minyak dan air,” ujar Ujang.
Di sisi lain, menurut Ujang, karena sama-sama pernah menjabat sebagai gubernur, Anies ataupun Ahok tidak mungkin ada yang mau ”turun kelas” menjadi calon wakil gubernur (cawagub). PDI-P sebagai tempat Ahok bernaung pasti akan berusaha keras pula agar bisa mengusung kadernya untuk maju sebagai calon gubernur (cagub), bukan cawagub.
Hambatan lain untuk mewujudkan pasangan Anies-Ahok ini adalah peraturan perundang-undangan. Pasal 7 Ayat 2 Huruf o Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota disebutkan bahwa syarat maju sebagai cawagub adalah tidak pernah menjabat sebagai gubernur.
”Ketika Anies-Ahok benar terjadi, kan, salah satu harus menjadi cawagub. Dan, salah satu di antara mereka tidak bisa menjadi cawagub menurut undang-undang,” kata Ujang.
Terlebih, dalam konteks pencalonan, kandidat yang akan maju harus didukung oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang menguasai minimal 20 persen kursi DPRD. Jika melihat raihan suara pada Pemilu 2024, diperkirakan tidak ada satu pun parpol yang memperoleh 20 persen dari total 106 kursi DPRD DKI Jakarta. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan anggota DPRD DKI Jakarta juga diperkirakan hanya akan menguasai 18 persen atau sekitar 17 persen kursi DPRD.
Duet Anies-Ahok tidak bakal terjadi. Peluangnya sulit dan berat. Secara ideologi dan basis massa, mereka beda. Mereka bagaikan minyak dan air.
Selain itu, menurut Ujang, partai-partai politik belum tentu punya keinginan untuk mengusung pasangan Anies-Ahok. Apalagi, saat ini, setiap parpol ingin mengusung kader sendiri. PKS yang pernah mendukung Anies dalam Pilgub 2017 saja telah menyatakan akan mengajukan kader sebagai kandidat di Pilkada DKI Jakarta kali ini.
”Sekarang setiap partai itu mendukung kadernya sendiri. PKS juga pernah mengeluarkan pernyataan bahwa Anies diminta mendukung kader PKS di Pilgub Jakarta. Itu sangat jelas. Artinya, PKS tidak mendukung Anies, tetapi Anies diminta untuk mendukung kader yang diusung PKS. Jadi, untuk mendapat ’perahu’ saja, Anies sulit,” kata Ujang.
Sangat mentah
Secara terpisah, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengungkapkan bahwa wacana menduetkan Anies-Ahok tersebut masih sangat mentah. Hal itu juga baru sebatas wacana yang boleh-boleh saja dimunculkan menjelang Pilgub Jakarta.
”Masih mentah semua. Kami, kan, sudah punya proses (penjaringan bakal calon kepala daerah). Jadi, wacana-wacana bisa saja muncul. Namun, nanti kami akan proses lebih lanjut dalam tahap-tahap penyaringan,” ujar Pantas.
Pantas juga berpandangan, duet Anies-Ahok sulit terwujud karena keduanya memang memiliki basis massa yang berbeda. Lagi pula, untuk bisa mengusung pasangan cagub-cawagub, PDI-P juga harus berkoalisi dengan parpol lain. Belum tentu parpol lain juga berkenan dengan wacana Anies-Ahok tersebut.
”Kami, kan, mau tak mau harus bekerja sama juga dengan partai lain. Jadi masih sangat fleksibel,” ujar Pantas.
PDI-P, kata Pantas, juga akan berusaha mengutamakan untuk mengusung kader sendiri di Pilgub DKI. Selain Ahok, sejumlah kader internal yang masuk bursa bakal cagub Jakarta di antaranya Menteri Sosial Tri Rismaharini serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas.
Nama lain yang juga dipertimbangkan oleh PDI-P untuk diajukan sebagai cagub DKI Jakarta ialah mantan Panglima TNI yang juga Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Andika Perkasa, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
”Jadi, semua nama itu masih akan dipertimbangkan yang kami yakini mampu memenuhi harapan-harapan masyarakat Jakarta. Sampai saat ini masih sangat cair,” ujar Pantas.
Sementara itu, Ketua DPW PKS Jakarta Khoirudin mengungkapkan, partainya masih mempertimbangkan empat nama tokoh yang akan diusung pada Pilgub DKI Jakarta 2024. Namun, tidak ada nama Anies dalam daftar empat nama tokoh yang tengah dipertimbangkan oleh PKS.
Keempat nama yang dipertimbangkan PKS adalah mantan Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Ketua Departemen Pengembangan Dakwah Bidang Pembangunan Umat DPP PKS Igo Ilham, dan Ketua DPW PKS Jakarta Khoirudin.