Istana dan Pelawaknya, Berbagi Kisah Jenaka Saat Buka Puasa Bersama
Buka puasa bersama di Istana Negara, Jakarta, membuka tabir para "pelawak" di Istana Kepresidenan.
Kegembiraan perlu terus ditambah. Hal ini menambah satu makna dalam nilai berkah, seperti disampaikan Gus Miftah Maulana Habiburrahman saat ceramah menjelang buka puasa bersama di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Buka puasa bersama Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dan para menteri serta kepala lembaga dan Dewan Pertimbangan Presiden kali ini memang istimewa. Hal ini bukan hanya karena ceramah-ceramah yang membuat hadirin tertawa sembari merenung.
Akan tetapi, karena momen ini merupakan buka puasa bersama—atau lazim dikenal dengan bukber—yang pertama kali diadakan di Istana Kepresidenan setelah pandemi Covid-19. Terakhir, bukber di Istana dilangsungkan pada 6 Mei 2019.
Baca juga: Saat Presiden Kembali Melarang Buka Puasa Bersama
Kala itu, bukber digelar setelah pemilu presiden dan pemilu legislatif pada 17 April 2019. Kali ini, bukber juga diadakan setelah pemilu presiden dan pemilu legislatif 14 Februari 2024. Harapan adanya rekonsiliasi pun mengental lewat momen kebersamaan ini.
Hal yang membuat para pejabat negara itu tergelak-gelak kali ini adalah cara bertutur Gus Miftah Maulana Habiburrahman dalam menjelaskan berkah Ramadhan. Berkah, menurut Gus Miftah—yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, ini—mengandung tiga hal yang berkaitan dengan nilai tambah.
Pertama, bertambahnya nilai kebaikan, baik untuk umat Islam maupun bukan Islam. Kedua, bertambahnya nilai cinta dan kasih sayang. Ketiga, bertambahnya nilai kebahagiaan.
Baca juga: UIII dan Ikhtiar Indonesia Membangun Pelangi Islam di Dunia
Oleh karena ada nilai kebahagiaan ini, kata Gus Miftah, orang beragama itu harus happy, enjoy, dan rileks. ”(Hal ini) Karena agama datang sebagai suatu solusi, bukan masalah. Sehingga ketika membuat onar atas nama agama, jelas itu bukan ajaran nabi, jelas bukan ajaran Al Quran,” ujarnya.
Kegembiraan ini juga diperlukan dalam setiap sendi kehidupan. Oleh karena itu, menurut Gus Miftah, rata-rata pemimpin dalam Islam punya pelawak atau orang yang lucu. Harun al-Rasyid, salah satu pemimpin Dinasti Abbasiyah yang memerintah sekitar akhir abad kedelapan, disebut memiliki pelawak yang sangat mustajab bernama Abunawas.
Baca juga: Basiyo, dari Keraton sampai Kaset
Presiden Soeharto pun kerap mengundang pelawak dari Yogyakarta bernama Basiyo. Berkaitan dengan Presiden Jokowi, Gus Miftah meyakini mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak perlu mengundang pelawak.
”(Hal ini) Karena (Presiden Jokowi) sudah punya menteri yang lebih lucu dari pelawak. Bahlil (Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi), itu lho. Makanya, kadang-kadang saya curiga, jangan-jangan Pak Bahlil itu jadi menteri bukan karena prestasi, tapi karena lucu,” seloroh Gus Miftah disambut gelak tawa seisi ruangan.
Saya curiga, jangan-jangan Pak Bahlil itu jadi menteri bukan karena prestasi, tapi karena lucu.
Adapun Gus Dur, panggilan akrab Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, disebut tak pernah mengundang pelawak kala merasa susah. ”(Hal ini) Karena Gus Dur lebih lucu dibandingkan pelawak,” tambah Gus Miftah.
Baca juga: Gus Dur, Humor, dan Demokrasi
Dia pun menceritakan, Gus Dur selalu mengucapkan salam, ”assalamualaikum”, saat memulai ceramah. Namun, ketika ditanya apakah selalu mengucap salam itu karena merasa sebagai Muslim yang taat, Gus Dur membantah.
”Oh, ndak, saya mengucapkan salam bukan karena saya Muslim yang taat. Saya pengin cek ombak, ada yang datang apa enggak,” tutur Gus Miftah menirukan jawaban Gus Dur yang penuh seloroh itu.
Gus Dur memang dikenal dengan jawaban-jawabannya yang sangat jenaka, tetapi mengena. ”Jadi, di saat orang lucu dengan mem-bully orang lain, Gus Dur sudah mampu mem-bully dirinya sendiri,” tambahnya.
Kisah lain ketika Gus Dur rapat dengan para kiai dan diawasi intel. Gus Dur tetap tenang. Dia malah mengajak para kiai untuk rapat menggunakan bahasa Arab. Intel pun pulang dan melapor kepada atasannya. ”Aman, Komandan. Para kiai hanya saling mendoakan,” seloroh Gus Miftah lagi.
Baca juga: Gus Dur, Pemersatu Seni dan Humor
Menurut Gus Miftah, para pejabat semestinya memberikan kesenangan kepada rakyat. Sebab, Nabi mengatakan, manusia yang paling baik adalah manusia yang paling banyak manfaatnya.
Adapun amal yang paling disukai Allah adalah ketika seseorang memberikan kebahagiaan kepada orang lain sehingga terlepas dari semua masalah. ”Maka, ini PR kita, bahwa beragama harus membuat kita happy,” tambahnya.
Tak lupa, dia pun mengingatkan bahwa kerukunan dan persatuan harus dijaga setelah Indonesia melalui proses demokrasi yang panjang. Dengan demikian, ada kebaikan untuk Indonesia.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam tausiahnya pada buka bersama ini juga mengingatkan hadirin untuk benar-benar berperang pada Ramadhan ini. Perang kecil yang dilakukan saat berpuasa adalah menahan lapar dan haus.
Namun, jihad yang terbesar adalah mengendalikan nafsu. ”Orang yang bertakwa itu orang yang bisa mengendalikan nafsunya, yang bisa menguasai dirinya,” ujar Wapres Amin.
Baca juga: Ketika Wapres Amin Menafsir Miniatur Rumah Ibadah di Jamuan Makan di China
Oleh karena itu, bangsa Indonesia pun diharapkan mampu mengendalikan diri. Apalagi, selepas pemilu, puasa diharapkan juga mampu membawa hikmah dan membuat semua sama-sama memperbaiki diri.
Orang yang bertakwa itu orang yang bisa mengendalikan nafsunya, yang bisa menguasai dirinya.
Bahlil yang ditemui seusai buka puasa bersama pun tak ambil pusing di-roasting oleh Gus Miftah. ”Ah itu, kan, guyon, guyon aja. Gus Miftah, kan, teman saya dari dulu,” ujarnya.
Silaturahmi antar-anggota Kabinet Indonesia Maju pun terjalin. Menteri Keuangan Sri Mulyani, misalnya, bersyukur buka puasa bersama bisa kembali dilakukan di Istana, tanpa masker, sembari mendengarkan tausiah, dan dilanjutkan shalat bersama.
”Waktunya juga sangat spesial, karena sesudah pemilu. Dan, ini tahun terakhir untuk kabinet. Jadi, sangat bermakna untuk kita semua,” ujar Sri Mulyani.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pun menilai, setelah rangkaian pesta demokrasi, kini saatnya untuk kembali bersatu.
Baca juga: NU dan Muhammadiyah Ajak Elite Politik Wujudkan Pemilu Damai
Para menteri, seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang juga calon presiden dengan perolehan suara terbanyak di Pemilu 2024, pun berbincang akrab dengan Presiden Jokowi. Keduanya duduk mengitari meja yang sama.
Keduanya hanya dipisahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Selain itu, masih ada Wapres Ma’ruf Amin dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto.
Baca juga: Saat Soliditas Kabinet Bisa Ambyar...
Namun, beberapa menteri, seperti Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, tidak hadir.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pun absen.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas menuturkan, dirinya tak tahu penyebab ketidakhadiran itu. Namun, dia memastikan ketidakhadiran sejumlah menteri tersebut tak terkait alasan politik.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi pun menyebut ketidakhadiran itu karena tugas di daerah atau di luar negeri. ”Kayaknya begitu, jangan didramatisasi,” ujar Budi Arie.
Baca juga: Tanggapi Isu Menteri Mundur, Presiden Tegaskan Tak Ada Masalah di Kabinet
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, buka puasa bersama menjadi pengingat bagi dirinya untuk segera kembali bekerja sebaik-baiknya demi masyarakat. ”Ingat, pemilu sudah beres sehingga kita bisa bekerja kembali. Dan, lebih penting, semua sehat-sehat,” ujar Budi Gunadi.
Semua sehat dan rukun memang penting. Selain, tentu, tetap tegaknya hukum dan demokrasi di negeri ini.