Mental Baja Kiper Belia Gadhiza Asnanza
Gadhiza Asnanza tampil gemilang saat memperkuat Indonesia di Piala Asia Putri U-17 2024. Dia berani dan bermental baja.
Menjadi pesepak bola putri di Indonesia bukanlah pilihan yang mudah dijalani. Para pemain putri boleh rajin berlatih, tapi mereka tak bisa melihat atau menguji hasil latihan karena tak ada kompetisi rutin. Pengalaman bertanding minim, kemampuan di lapangan pun tak sepenuhnya teruji.
Tantangan ganda dialami seorang kiper sepak bola putri. Ia tidak hanya harus meniti jalan terjal, tetapi juga sering kali jalan sunyi yang ditempuh sendiri. Namun, hal itu tak sedikit pun menyurutkan semangat dan tekad Gadhiza Asnanza, kiper tim putri Indonesia U-17.
Sejak pertama kali mengenal sepak bola pada umur 11 tahun, 2019 lalu, Gadhiza langsung memilih posisi sebagai kiper. Awalnya pilihan itu diambil semata-mata karena saudaranya yang berada di sekolah sepak bola yang sama menempati posisi tersebut.
Baca juga: Menjaga Kepercayaan Diri Tim Sepak Bola Putri Indonesia
“Aku melihat kiper itu keren, terbang sana-sini, jatuh sana-sini, tapi ternyata capek dan beban juga karena jadi orang terakhir yang harus bisa memastikan jangan sampai kebobolan,” tutur Gadhiza.
Rasa lelah juga sangat dirasakan Gadhiza saat memperkuat tim sepak bola putri Indonesia di Piala Asia Putri U-17 2024 di Bali. Dalam laga perdana kontra Filipina, misalnya, Gadhiza menjadi sorotan karena aksi gemilangnya di bawah mistar gawang. Seperti apa yang dilihat Gadhiza tentang seorang kiper, pemain yang juga pernah memperkuat tim Indonesia dalam tiga kategori umur lain (U-18, U-19. dan U-20) ini terbang dan jatuh sana-sini.
Bagaimana tidak, Filipina melepaskan 30 tendangan percobaan yang di antaranya mengarah ke gawang Gadhiza. Tanpa penyelamatan-penyelamatan Gadhiza dalam laga yang berakhir kekalahan 1-6 itu, bisa jadi gawang Indonesia kebobolan lebih banyak lagi.
Aku melihat kiper itu keren, terbang sana-sini, jatuh sana-sini, tapi ternyata capek dan beban juga karena jadi orang terakhir yang harus bisa memastikan jangan sampai kebobolan.
Laga itu turut menunjukkan, seorang kiper menghadapi tantangan dan beban ganda. Kiper akan menjadi salah satu pusat perhatian ketika timnya kebobolan banyak gol. Kiper juga akan menjadi posisi yang paling merasa bersalah saat tak bisa menyelamatkan gawang dari kebobolan.
Baca juga: Filipina Menguak Problem Lama Sepak Bola Putri Indonesia
Namun, semangat dalam diri Gadhiza tak surut. Pemain asal Bekasi, Jawa Barat. ini bahkan bertekad untuk bisa mencatatkan nirbobol pada dua laga lainnya, melawan Korea Selatan dan Korea Utara. Itu menjadi sebuah hal yang ingin pemain kelahiran 3 Maret 2008 ini upayakan betul-betul.
”Kalau sudah kebobolan, aku selaku mikir, ‘Udah stop di sini saja, jangan sampai kebobolan lagi. Ayo, Dhiz fokus lagi.’ Bilang juga ke teman-teman biar mereka fokus karena lawan kenceng-kenceng (larinya),” tutur pemain yang mengidolakan kiper Real Madrid, Kepa Arrizabalaga, ini.
Terinspirasi Ernando
Memegang peran sebagai kiper tim putri U-17 juga membuat Gadhiza ingin menjadi pahlawan bagi Indonesia. Pemain Akademi Persib ini terinspirasi kiprah kiper timnas putra, Ernando Ari, terutama setelah aksinya di Piala Asia U-23 2024.
Gadhiza ingin melakukan penyelamatan-penyelamatan gemilang seperti yang dilakukan Ernando. Pada laga perempat final Piala Asia U-23 kontra Korea Selatan, misalnya, Ernando menepis dua sepakan pemain lawan serta sukses menjalankan tugas sebagai eksekutor ke-10 Indonesia pada babak adu penalti.
Tekad besar serta kepercayaan diri tinggi Gadhiza ini tak lepas dari dukungan orang sekitar, termasuk pelatih kiper tim putri Indonesia, Kurnia Sandy. Menurut Gadhiza, Sandy selalu jadi orang pertama dan terdepan membelanya dan dua kiper lain saat momen tak diinginkan, seperti kebobolan banyak gol. Pelatih juga selalu memberikan apresiasi atas upaya keras Gadhiza dan kawan-kawan.
Sandy mengatakan, tidak mudah untuk melatih dan membentuk kiper hebat di tim putri. Namun, bukan berarti hal itu mustahil. Sandy pun memilih mengutamakan pendekatan psikologis sebelum fokus pada soal teknis. Kiper timnas tahun 1990-an ini lebih dulu membangun mental dan kepercayaan diri anak-anak asuhnya agar tangguh di lapangan. Baru setelah itu tekniknya dipoles dengan matang.
Sandy pun menempatkan dirinya sebagai seorang ayah. Alhasil, hubungan emosional dengan pemain bisa terbangun. Selain menjadi hormat kepada pelatih, para pemain juga menjadi lebih terbuka untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi serta mau menerima saran untuk memperbaiki kekurangan. Mereka pun termotivasi untuk tampil bagus karena hal itu menjadi bagian dari upaya membanggakan pelatih yang menjadi orangtua di tim.
Baca juga: Ditundukkan Filipina 1-6, Jangan Menyerah ”Garuda Pertiwi”!
Dalam diri seorang Gadhiza, Sandy melihat ada potensi besar untuk menjadi kiper hebat. Sosok yang pernah menembus tim utama klub Italia, Sampdoria, ini sudah melihatnya sejak dua tahun lalu ketika timnas putri melakoni uji tanding dengan Akademi Persib. Saat itu Gadhiza sangat kecewa karena kebobolan dua gol, tetapi tetap berusaha tampil spartan.
”Teknik masih perlu dipoles, tetapi Gadhiza ini percaya diri dan berani. Ada tekad untuk selalu tampil lebih baik setelah kebobolan, tekad untuk bisa menjaga gawang tidak kegolan. Itu penting bagi seorang kiper. Itu juga yang membuat saya memutuskan memilih dia untuk pertama kali tiga tahun lalu (untuk tim U-18 tampil di Kejuaraan Asia AFF 2022),” tutur Sandy.
Kiper timnas putri Inggris Mary Earp pernah mengatakan, menjadi penjaga gawang ialah peran yang tak mudah dijalani. Bagi peraih dua kali penghargaan Kiper Putri Terbaik FIFA ini, bagian tersulit dari seorang kiper bukanlah menjadi sosok yang akan paling banyak dikritik saat tim kalah atau kebobolan. Hal tersulit ialah karena tidak bisa ”terlibat” langsung dalam permainan. Menjadi kiper ialah meniti jalan sepi yang hanya dilalui sendiri.
”Saya pikir ini bisa terasa sangat sepi. Menurut saya, bagian tersulitnya adalah tidak bisa memberikan pengaruh pada permainan. Anda tidak bisa mengejar permainan, atau memaksakan diri untuk ikut serta dalam permainan, Anda harus menunggu sampai permainan itu datang kepada Anda dan itu sangat sulit,” tutur Mary Earps dalam wawancara dengan She’s A Baller.
Namun, dengan segala tantangan itu, baik Earps maupun Gadhiza tampaknya tetap teguh dengan pilihan yang sudah diambil. Bagi Gadhiza, menjadi kiper Indonesia adalah sebuah kebanggaan baginya dan keluarga. Rasa bangga itu kini dibalut mental baja agar bisa memberikan rasa bangga pula bagi publik Indonesia melalui penyelamatan-penyelamatan di bawah mistar gawang.