Pencabutan Status Bandara Internasional di Jateng Dikeluhkan Investor Asing
Tidak adanya bandara internasional di Jateng dikhawatirkan berpengaruh terhadap investasi. Investor disebut komplain.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Perubahan status dua bandara di Jawa Tengah dari bandara internasional menjadi bandara domestik disebut dikeluhkan oleh para investor. Pemerintah Provinsi Jateng berharap, ke depannya penerbangan internasional kembali dibuka di wilayahnya. Salah satu tujuannya ialah untuk menunjang investasi.
Dua bandara di Jateng, yakni Bandara Ahmad Yani di Kota Semarang dan Bandara Adi Soemarmo di Boyolali dicabut status internasional mulai April 2024. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 33 Tahun 2024 tentang Tatanan Bandar Udara Nasional.
Sebelum berganti status menjadi bandara domestik, Bandara Ahmad Yani ataupun Bandara Adi Soemarmo melayani dua rute penerbangan internasional reguler, yakni dari dan menuju Singapura dan Malaysia. Namun, sejak pandemi, penerbangan internasional ditutup untuk menekan penyebaran Covid-19. Sejak saat itu, penerbangan internasional secara reguler belum kembali dibuka.
Keputusan menutup layanan penerbangan internasional di dua bandara di Jateng itu membuat wilayah tersebut tidak lagi memiliki bandara internasional. Hal itu diharapkan Sekretaris Daerah Jateng Sumarno tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian di Jateng.
”Kemarin saya habis dikomplain para investor. Mereka mengeluh, kalau mau ke Jateng harus ke Jakarta dulu. Sebenarnya, mereka menginginkan minimal ada penerbangan dari Singapura,” kata Sumarno dalam keterangannya, Sabtu (11/5/2024).
Berdasarkan data Realisasi Investasi Jateng Triwulan I 2024, Singapura menjadi negara dengan nilai investasi paling besar di Jateng, yakni lebih dari Rp 2 triliun.
Harapan agar penerbangan internasional, setidaknya dari dan menuju Singapura kembali dibuka juga diungkapkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng Sakina Rosellasari. Menurut dia, akses penerbangan menuju dan dari Singapura ke Jateng penting karena investasi dari Singapura merupakan yang tertinggi di Jateng.
Berdasarkan data Realisasi Investasi Jateng Triwulan I 2024, Singapura menjadi negara dengan nilai investasi paling besar di Jateng, yakni lebih dari Rp 2 triliun. Angka itu menyumbang 35,2 persen dari total realisasi investasi dari penanaman modal asing Triwulan I-2024, yakni sekitar Rp 5,8 triliun.
”Kami berharap, investor yang akan datang ke Kawasan Industri Kendal atau Kawasan Industri Terpadu Batang dan yang lainnya itu lebih mudah aksesnya. Jadi, tidak hanya melalui Bandara Soekarno Hatta saja. Harapannya begitu,” tutur Sakina.
Menurut Sakina, pekan lalu, pihaknya mendapatkan surat permintaan data dari Garuda Indonesia. Dalam surat tersebut, maskapai berpelat merah itu meminta data terkait penanaman modal asing, seperti sebaran investasi asing di Jateng, asal perusahaan asing di Jateng, hingga asal tenaga kerja asing di Jateng. Data itu disebut akan dikaji lebih lanjut oleh Garuda Indonesia untuk keperluan pembukaan penerbangan luar negeri dari Jateng.
Sebelumnya, kekecewaan atas dicabutnya status internasional pada dua bandara di Jateng juga diungkapkan oleh para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Jateng. Ketua Kadin Jateng, Harry Nuryanto mengatakan, pihaknya bakal bersurat ke pemerintah, untuk meminta agar setidaknya ada satu bandara Internasional di Jateng.
”Jateng menjadi satu-satunya daerah di Jawa yang tidak memiliki bandara Internasional. Padahal, cukup banyak orang asing dan investor yang datang ke Jateng, baik untuk berinvestasi maupun berwisata,” ucap Harry.