Konflik Warga dan Perkebunan Sawit di Kotawaringin Timur Jadi ”PR” Halikinnor-Irawati
Petahana bupati dan wakil bupati Kotawaringin Timur maju Pilkada 2024. Konflik sosial menanti segera dituntaskan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
SAMPIT, KOMPAS — Konflik sosial antara perusahaan perkebunan sawit dan masyarakat Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, akan jadi fokus pasangan Halikinnor dan Irawati yang kini kembali berpasangan saat mendaftar sebagai calon bupati dan wakil bupati Kotawaringin Timur. Pasangan petahana itu berharap bisa menyelesaikan pekerjaan rumah mereka di periode selanjutnya.
Dedi Susanto (32), warga Desa Penyang, yang bertahun-tahun berkonflik dengan perusahaan di sekitar desanya mengungkapkan, konflik dengan perusahaan sudah terjadi puluhan tahun. Sejak saat ayahnya masih hidup hingga sekarang. Konflik itu diturunkan.
Kini, Dedi sedang memperjuangkan tanahnya yang disengketakan dengan perusahaan. ”Kuburan nenek kakek kami aja ada di tengah perkebunan itu, sudah ditanami sawit,” ujarnya, Jumat (10/5/2024).
Ia tak banyak berharap dengan pemerintah karena selama ini konflik seakan tak pernah usai. Ia bahkan sudah hampir jengah dengan urusan politik. ”Siapa pun yang terpilih, kalau bisa selesaikan konflik yang syukur, kalau tidak, ya, sudah,” katanya.
Di sela-sela pendaftaran sebagai calon bupati dan calon wakil bupati di DPC PDI-P Kotawaringin Timur, Halikinnor dan Irawati menanggapi maraknya persoalan sosial di wilayah mereka. Pada Kamis (9/5/2024), pasangan petahana yang merupakan kader PDI-P itu mengungkapkan, konflik sosial merupakan satu dari deretan masalah yang bakal diselesaikan di periode selanjutnya.
”Berkaitan dengan yang sedang tren saat ini mengenai tuntutan masyarakat terhadap plasma, kami sudah membentuk tim penanganan konflik sosial (PKS) yang diisi oleh berbagai stakeholder, termasuk TNI-Polri,” kata Halikinnor.
Bupati Kotawaringin Timur itu mengakui, sampai saat ini masih ada 40 persen perusahaan dari total perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur belum merealisasikan kebun plasma. Sisanya sudah menjalankan kewajiban tersebut meski sebagian besar masih dalam bentuk dana talangan kepada masyarakat dan manfaatnya dinilai telah diterima masyarakat.
”Ada yang kami tangani, ada juga yang ditangani pemerintah provinsi karena wilayahnya berada di dua kabupaten. Tetapi belum berarti (konflik) berakhir. Saya yakin sepanjang investasi ada pasti ada problem, tapi ini yang menjadi prioritas kami,” ungkap Halikinnor yang juga Ketua DPC PDI-P Kotawaringin Timur tersebut.
Kotawaringin Timur merupakan kabupaten dengan perkebunan sawit paling luas di Kalimantan Tengah, bahkan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2018 luas perkebunan sawit di kabupaten itu mencapai 410.833 hektar. Dalam dua tahun terakhir, kebun-kebun perusahaan di wilayah itu jadi incaran para pencuri sawit yang belakangan ini banyak ditangkap polisi.
Seperti sebelumnya, Polda Kalteng bersama Polres Kotawaringin Timur menangkap tujuh pelaku yang diduga menjarah buah sawit di wilayah tersebut pada pertengahan April lalu. Mereka kini sudah menjadi tersangka dan dikenai pasal pencurian (Kompas, 17 April 2024).
Saya yakin sepanjang investasi ada pasti ada problem, tapi ini yang menjadi prioritas kami.
Selang dua minggu setelah penangkapan itu, tepatnya Sabtu (4/5/2024), polisi kembali menangkap 13 orang yang diduga menjarah buah sawit milik perusahaan maupun yang terlibat dalam upaya tersebut. Mereka ditangkap saat berkumpul di perbatasan antara wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah Bayu Herinata menjelaskan, penjarahan kelapa sawit itu merupakan fenomena lama yang kini sedang marak kembali. Ada banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut.
”Ada latar belakang kenapa penjarahan itu marak, yaitu ketimpangan kesejahteraan dan lahan masyarakat yang hilang di sekitar sawit itu,” kata Bayu.