Polemik Berulang Rencana Penggusuran Pedagang di Tugu Religi Kendari
Ratusan pedagang di Tugu Religi Kendari dihantui penggusuran. Pemkot Kendari dituntut memberikan solusi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Selama bertahun-tahun, kawasan Tugu Religi Kendari, Sulawesi Tenggara, dipenuhi pedagang. Mereka berjualan makanan, minuman, hingga pakaian, dengan perputaran uang miliaran rupiah dalam satu bulan. Namun, isu penggusuran di ruang terbuka hijau selalu menghantui tanpa adanya solusi.
Sebulan terakhir, ratusan pedagang di Tugu Religi Kendari was-was. Mereka mendapat surat peringatan dari Pemerintah Kota Kendari untuk meninggalkan kawasan yang karib disebut eks MTQ ini. Para pedagang berjualan di hampir sekeliling kawasan seluas lima hektar itu.
Rusman (30), salah seorang pedagang, merasakan dampak dari rencana penggusuran ini. Warung kopi yang dibukanya tiga tahun terakhir sepi pengunjung. Salah satu penyebabnya, ia sengaja tidak memperpanjang jaringan internet di kedainya karena mempertimbangkan kemungkinan tergusur.
”Jangan sampai kami bayar (jaringan internet), ternyata mau digusur juga,” ucapnya, Rabu (24/4/2024) petang.
Selama ini, ia menuturkan, penghasilan dari kedai merupakan tumpuan utamanya. Semua kebutuhan hidup ia dan keluarganya bergantung pada perputaran penghasilan di kedai. Ia berharap situasi tidak berlarut-larut dan segera ada kejelasan bagi para pedagang.
Kawasan Tugu Religi memang menjadi magnet masyarakat kota. Sejak pagi, orang datang untuk berolahraga. Pada akhir pekan kawasan ini serupa pasar dengan berbagai aktivitas di dalamnya. Saat malam tiba, anak muda nongkrong dan berbincang di beberapa tempat jualan hingga hari berganti.
Ketua Asosiasi Pedagang Tugu Religi Kendari Adi Yanto Putra mengungkapkan, sejak awal kawasan ini terbangun, masyarakat kecil mulai berdatangan untuk berdagang. Sebab, kawasan ini berada di pusat kota dan menjadi tempat aktivitas warga.
Beberapa tahun berjalan, pemerintah mulai menata kawasan. Para pedagang dibolehkan untuk beraktivitas, tetapi tetap mengikuti aturan, terutama kebersihan. Berulang kali pedagang diatur.
”Sebenarnya hampir tiap tahun, terutama ketika akan hari ulang tahun Sultra, ada isu penertiban. Tapi selalu tidak ada solusi sementara, padahal sudah ada ratusan hingga ribuan orang yang menggantungkan hidup di kawasan ini,” kata Adi.
Berdasarkan data, total ada 137 pedagang, baik makanan, minuman, maupun cenderamata. Mereka memiliki keluarga yang harus ditopang dengan penghasilan dari berjualan.
Ia berpandangan, pemerintah seharusnya melihat para pedagang ini sebagai potensi, bukan masalah. Sebab, jika satu pedagang memiliki omzet rerata Rp 500.000 dalam sehari, perputaran uang di sana mencapai puluhan juta rupiah. Penghasilan pada akhir pekan bisa empat kali lipat. Dalam sebulan terjadi perputaran uang miliaran rupiah di kawasan ini.
Kawasan ini menjadi tempat kita bersama untuk beraktivitas. Sudah selayaknya kita jaga dan ditata sebaik mungkin untuk semua kalangan. Kepada para pedagang yang masih bertahan, saya harap tetap menjaga kebersihan dan ketertiban selama berjualan sampai ada keputusan selanjutnya.
Belum lagi terkait rantai perdagangan di sana. Para pedagang makanan membutuhkan sayuran, daging, hingga bumbu, yang berdampak luas terhadap pedagang lain di Kota Kendari.
Di sisi lain, Adi mengakui bahwa para pedagang berjualan secara ilegal. Mereka memanfaatkan beberapa tempat di kawasan yang juga ruang terbuka hijau ini. Beberapa orang juga diketahui memiliki lebih dari satu lapak, yang lalu disewakan kepada pihak lain. Belum lagi persoalan kebersihan yang terkadang menjadi keluhan bersama.
”Tapi kami siap berkolaborasi dengan pemerintah, dan jawabannya itu bukan sekadar menggusur tanpa ada solusi. Seperti saya katakan, kalau pemerintah menata, kami ini potensi untuk kota dan masyarakat luas,” ujarnya.
Dalam pertemuan para pedagang bersama DPRD Sultra sebelumnya, terungkap sejumlah hal terkait penataan kawasan. Wilayah Tugu Religi merupakan kewenangan Pemprov Sultra dan belum diserahkan kepada Pemkot Kendari. Selama ini juga tidak ada sosialisasi dan diskusi terhadap pedagang, tetapi tiba-tiba ada rencana penertiban.
Rencana penataan komprehensif
Ketua Badan Kehormatan DPRD Sultra Syamsul Ibrahim menegaskan, pemerintah harus melihat permasalahan di wilayah Tugu Religi secara utuh. Kewenangan hingga solusi terbaik harus dipikirkan agar berujung pada kebaikan bersama.
”Jangan kasih kado HUT (hari ulang tahun) Sultra berupa penggusuran kepada masyarakat. Masih banyak jalan lain yang bisa kita tempuh dan itu demi kemaslahatan masyarakat banyak,” ujarnya.
Hal itu bisa dimulai dari memastikan desain dan penataan kawasan secara lengkap. Wilayah terbuka yang tidak bisa diokupasi ditentukan serta memberikan ruang terhadap pedagang. Aturan juga dikeluarkan agar para pedagang berjualan secara legal dan retribusi bisa masuk ke pendapatan daerah.
Asisten II Pemkot Kendari Jamuddin menyampaikan, rencana penertiban pedagang itu telah dibahas beberapa kali bersama Pemprov Sultra. Meski begitu, ia mengakui memang belum ada penyerahan secara resmi terkait pengelolaan kawasan.
Rencana penertiban, menurut dia, telah digagas jauh-jauh hari. Pada masa penjabat wali kota sebelumnya bahkan telah ada desain dan rencana penataan secara lengkap. Ia tidak tahu apakah rencana tersebut yang juga digunakan pada masa penjabat wali kota saat ini.
Anggota Komisi IV DPRD Sultra, Sudirman, memastikan, sejumlah rekomendasi harus ditaati semua pihak. Mulai dari pendataan dan harmonisasi aturan, membuat rencana penataan, pengawasan oleh pihak berwenang, hingga memastikan tidak adanya penggusuran sebelum adanya kesepakatan lebih lanjut.
”Kawasan ini menjadi tempat kita bersama untuk beraktivitas. Sudah selayaknya kita jaga dan ditata sebaik mungkin untuk semua kalangan. Kepada para pedagang yang masih bertahan, saya harap tetap menjaga kebersihan dan ketertiban selama berjualan sampai ada keputusan selanjutnya,” katanya.