Perancis Buat Undang-undang Antidiskriminasi Rambut Gimbal
UU ini sangat membantu korban dari tindak diskriminasi terhadap gaya rambut di ruang-ruang publik di Perancis.
Oleh
IWAN SANTOSA
·3 menit baca
PARIS, JUMAT — Parlemen Perancis mengesahkan undang-undang antidiskriminasi terhadap rambut gimbal, rambut kepang, dan model rambut lain warga keturunan Afrika yang secara alami memiliki struktur keriting yang khas. Aturan itu juga mencakup perlindungan terhadap aneka gaya rambut, warna, dan tekstur.
Undang-undang tersebut mendapat dukungan mayoritas walau ditentang kelompok yang menyebut aturan itu sebagai kebijakan yang diimpor dari Amerika Serikat.
Anggota Parlemen keturunan Afro asal Guadeloupe, Olivier Serva, yang ikut menyusun undang-undang tersebut, mengatakan bahwa aturan baru tersebut sangat membantu korban dari tindakan diskriminasi terhadap gaya rambut di tempat-tempat kerja dan ruang publik lainnya. Hal ini juga membuat suara mereka, yang selama ini menjadi korban karena dianggap liyan, lebih terdengar.
”Banyak kesusahan karena persoalan tata rambut dan kita harus menyikapi serius,” kata Serva.
Dalam sistem Pemerintah Perancis, undang-undang tersebut harus mendapat pengesahan dari Senat sebelum dapat menjadi hukum positif.
Olivier Serva mengutip kajian tahun 2023 yang dilakukan produser sampo Unilever, yakni Dove, dan platform media sosial untuk kaum profesional Linkedln, yang menunjukkan dua dari tiga perempuan Afro di Amerika Serikat terpaksa mengubah tata rambut mereka untuk mengikuti lowongan kerja. Kajian tersebut juga membuktikan tata rambut perempuan Afro, yang umumnya memiliki gaya alami keriting atau gimbal, dianggap sebagai tampilan yang tidak profesional.
Undang-undang baru tersebut ditujukan untuk mencegah segala jenis diskriminasi terhadap tekstur rambut, termasuk keriting dan gimbal atau gaya potongan rambut. Menurut Serva, aturan itu juga melindungi perempuan berambut pirang dari diskriminasi karena stereotipe seksual.
Undang-undang tersebut menambah aturan antidiskriminasi di Perancis yang mendasarkan kehidupan pada kebebasan, kesetaraan, dan sekularisme.
Sejumlah perempuan Afro di Paris menyatakan gembira dengan adanya undang-undang tersebut. ”Ini hal yang baik karena saya memelihara rambut alami saya sejak usia enam tahun dan sekarang saya akan berusia 20 tahun. Rambut Afro memiliki karakteristik khusus,” kata Didi Makeda, perempuan warga di Paris.
Perempuan lainnya, Tracy Kofi, mengatakan, setiap orang memiliki rambut yang berbeda. ”Perusahaan yang memberlakukan perbedaan karena jenis rambut harus dikenakan tindakan hukum,” kata Kofi.
Di seberang Atlantik, di Amerika Serikat, sudah 23 negara bagian mengeluarkan undang-undang yang melindungi warga dari diskriminasi berdasarkan rambut dan tata rambut di tempat kerja dan lembaga-lembaga pendidikan.
Namun, tidak semua warga di Perancis mendukung aturan tersebut. Ini cukup ironis jika mengingat Perancis sangat menjunjung keberagaman budaya dan kesetaraan. Perancis tidak mengizinkan pemberian kuota berdasarkan etnis atau mengumpulkan data berdasarkan etnisitas seseorang.
Dalam perdebatan di Parlemen Perancis, Fabien Di Filipo dari kubu konservatif, Les Republicains, mencemooh undang-undang tersebut. ”Apakah besok kita membuat undang-undang mencegah diskriminasi terhadap orang gundul yang tidak terwakili keberadaannya dalam iklan sampo,” kata Di Filipo.
Dia mengatakan, Perancis sudah memiliki undang-undang yang melarang diskriminasi terhadap tampilan seseorang. Keberadaan undang-undang soal diskriminasi rambut tersebut adalah berlebihan dan merupakan impor cara berpikir Amerika Serikat dalam proses pembuatan undang-undang di Perancis.
Prhilippe Schreck dari kubu ekstrem kanan, National Rally, menyerukan kepada parlemen Perancis agar membahas isu-isu yang lebih penting, seperti utang negara, daripada persoalan diskriminasi rambut. (REUTERS)