Selain Jadi Obyek Seks, FA Juga Dicekoki Narkoba hingga Tewas
Kejahatan prostitusi anak terus mengintai. Kasus anak dijual dan dieksploitasi seksual tak kunjung berhenti.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus kekerasan terhadap anak yang dialami perempuan remaja FA (16), yang kemudian tewas setelah diduga dipaksa mengonsumsi narkotika di sebuah hotel di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2024), mesti diusut tuntas. Muncul dugaan bahwa korban kemungkinan juga mengalami eksploitasi seksual oleh pelaku.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras perbuatan para pelaku terhadap kedua anak, yaitu FA dan APS (16). Pihak kepolisian diminta untuk mendalami kasus tersebut, memeriksa, dan memproses hukum para pelaku.
”Kejahatan seksual ini harus ditangani serius dengan hukuman maksimal. Untuk itu, setiap ada kasus seperti ini, semua pihak terkait, termasuk pemilik hotel, dan penyedia aplikasi untuk open BO (booking online) harus ikut diperiksa,” kata Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Sabtu (27/4/2024) di Jakarta.
Apabila kasusnya memenuhi unsur pidana, Nahar meminta kepolisian segera menindak pihak-pihak tersebut karena mereka dapat dikategorikan menempatkan dan bahkan dapat ditafsirkan menyuruh melakukan perbuatan pidana.
”Dalam kasus ini, kami berharap penyidik dapat mendalami dan memeriksa pihak-pihak terkait yang menyebabkan anak-anak tersebut menjadi korban, termasuk operator yang menyediakan aplikasi untuk Open BO tanpa filter dan mekanisme pengawasan siber,” ujar Nahar.
Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan dalam keterangan pers, Jumat (26/4/2024), menyatakan, FA diduga meninggal karena dicekoki pil ekstasi dan dipaksa mengonsumsi sabu cair oleh dua pria, yakni BAS (48) dan BH (46). Selain FA, seorang remaja perempuan lain, APS, juga menjadi korban meski kemudian bisa diselamatkan nyawanya.
Dari penyelidikan kepolisian, baik korban tewas maupun yang masih hidup diberi obat jenis inex (pil ekstasi) dan minuman yang di dalamnya mengandung narkotika jenis sabu. FA sempat dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami kejang-kejang. Namun, sesampainya di rumah sakit, korban tewas, dan kemudian ditinggalkan oleh dua pria yang membawanya.
Kementerian PPPA dan KPAI meminta kepolisian menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan menggunakan pasal berlapis terkait persetubuhan terhadap anak, perdagangan anak, hingga penyalahgunaan narkotika kepada anak dengan ancaman hukuman maksimal, ditambah pemberatan hukuman sepertiga karena aksi tersebut dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyinyalir kasus ini melibatkan jaringan sindikat perdagangan anak. Sebab, dari informasi yang diperoleh, pelakulah yang ”membeli” anak tersebut. Informasi ini terungkap dari orang-orang yang kebetulan sedang nongkrong di sebuah tempat hiburan karaoke.
”Ini jelas. Kenapa orang-orang merekomendasikan anak-anak tersebut. Kami minta hukum tetap harus berjalan, tidak bisa dibenarkan alasan ketidaktahuan (bahwa korban adalah anak-anak), dan sebagainya,” kata Ai.
Baik korban tewas maupun yang masih hidup diberi obat jenis inex (pil ekstasi) dan minuman yang di dalamnya mengandung narkotika jenis sabu.
Kasus prostitusi anak tersebut sangat mengganggu nurani kemanusiaan, karena anak mengalami eksploitasi seksual, dijual, bahkan dipaksa menggunakan narkotika hingga sampai menyebabkan kematian.
”Kasus seperti ini menjadi modus lama, tapi kali ini korban meninggal dunia. Anak anak yang dilacurkan merupakan bagian dari eksploitasi seksual anak di mana anak menjadi obyek seks,” ujar Koordinator Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPAT) Indonesia Ahmad Sofian.
Dijadikan obyek
Ahmad yang juga pengajar Hukum Pidana di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, menilai, ketika anak dijadikan obyek seks, pelaku akan seenaknya memperlakukan anak karena pelaku merasa dirinya telah membayar mahal, baik secara langsung kepada anak maupun kepada sindikat yang memperdagangkan anak.
Tak hanya itu, dalam banyak kasus, pelaku eksploitasi seksual anak tersebut tidak hanya mencekoki anak dengan narkotika, tapi juga memaksa anak melayani kebutuhan seksual atas kehendak pelaku.
Karena itu, selain menggunakan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, penegakan hukum terhadap pelaku dalam kejahatan ini juga menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang di dalamnya memuat pasal tentang tindak pidana perdagangan anak.
Dalam kasus ini, tidak hanya pelaku yang melakukan eksploitasi seksual secara langsung, tetapi pengelola hotel juga bisa ditetapkan sebagai tersangka jika terbukti memfasilitasi terjadinya eksploitasi seksual anak.