Mari Kupijat Rasa Lelahmu
Selepas dipijat warga urban bugar lagi. Tinggal terapisnya yang kelelahan.
Tatkala libur Lebaran usai, para terapis pijat justru harus bekerja keras melayani tamu-tamu yang kelelahan sepulang mudik. Pelanggan dan rezeki sama-sama sulit untuk ditolak.
Seperti musim libur Lebaran sebelumnya, Triariyani (36), terapis di Pijat Waras, Tanah Kusir, Jakarta Selatan, bekerja sampai di luar waktu normal. Bagaimana tidak, pelanggan terus berdatangan minta dipijat. Ia pun tak sampai hati menolak.
”Memang kalau setelah Lebaran itu pasien yang datang banyak banget. Aku sampai enggak kena matahari lho karena harus pijat terus-terusan (di kamar),” kata Yani, sapaan kecilnya.
Setelah libur beberapa hari, Pijat Waras buka lagi pada 13 April 2024 dengan jam operasional resmi dari pukul 08.00-17.00. Nyatanya, pelanggan telah datang mulai pukul 06.00 dan terus mengalir hingga melewati pukul 17.00. Alhasil, seharian itu, Yani mesti memijat tujuh pasien dari biasanya lima pasien. Jika setiap pasien rata-rata pijat satu jam saja, berarti Yani memijat keseluruhan pasien sekitar tujuh jam sehari.
Pasien-pasien Pijat Waras umumnya baru pulang mudik dengan kendaraan pribadi dan kelelahan. Ada yang mengeluh otot-otot kakinya kaku, tidak enak badan, atau masuk angin. Pelanggan yang tidak mudik juga kecapaian karena harus mengurus rumah sendiri hingga si mbak asisten rumah tangga balik dan bekerja lagi.
”Enggak hanya capek, pasien lain juga datang dengan keluhan kolesterol atau diabetes. Lebaran kan jadi banyak konsumsi santan sama kue-kue. Jadi, pijatannya fokus pada titik syaraf sesuai keluhan mereka untuk melancarkan peredaran darah,” ujar Yani.
Agar bisa memijat tujuh orang sehari, Yani juga harus sehat. Untuk itu, dia berusaha makan teratur tiga kali sehari dan istirahat sebisanya. ”Kalau lagi ngantuk, baru aku minum kopi hitam. Jadi, kayak punya tenaga lagi. Ayo aja mau pijat berapa orang pun,” tantang Yani yang telah bekerja di Pijat Waras selama 14 tahun.
Dia menyukai profesinya. Ia senang melihat orang merasa lebih baik setelah mendapat pijatan darinya. Selain itu, dia bisa bertemu dan mengobrol dengan banyak orang dari berbagai latar belakang.
”Pasienku ada yang dokter, polwan, guru, pengawas, sampai pedagang sayur. Paling suka memijat dokter. Aku sekalian bisa tanya-tanya soal kesehatan juga. Aku enggak mau rugi soalnya biaya konsultasi dokter kan mahal, ha-ha-ha,” tuturnya.
Baca juga: Lebaran, Cuan Mengalir Deras ke Kantong Rangers
Gustian (31), satu dari 11 terapis di tempat pijak Kakiku, Ciputat, nyaris kewalahan melayani pasien setiap libur Lebaran. Pada hari kedua Lebaran tahun ini, dia memijat tiga pasien. Esok harinya pasien yang dipijat bertambah lagi sampai tujuh orang. Itu pun masih banyak tamu yang terpaksa ditolak. ”Kalau kami kelelahan, kami para terapis akan saling memijat untuk melepas lelah,” ujar Gustian.
Pemilik Kakiku, Stephanie Chandra, mengatakan, setelah libur Lebaran atau arus balik ke Jakarta barulah terlihat lonjakan pelanggan jasa pijat. ”Ketika lonjakan itu terjadi, dalam sehari bisa melayani sampai 70 pelanggan,” katanya.
Di mal Poin Square, Jakarta Selatan, tempat-tempat pijat refleksi tidak kalah ramainya. Pelanggan sampai harus antre. Dani Mardani yang bekerja di Intan Therapy mal Poin Square, termasuk yang mendapat banyak pasien.
”Alhamdulillah sampai sekarang bisa tetap bertahan bekerja begini. Saya mah terima aja, habis mau kerja apa lagi,” tutur Dani yang sebelum menjadi terapi bekerja sebagai montir kendaraan di Garut, Jawa Barat.
Terapis yang bekerja mandiri, seperti Paulus Saring (59), juga hampir tak bisa istirahat setiap libur Lebaran. Pada 2003, ia sempat bersiteguh untuk tutup sementara saat libur Lebaran. Tiba-tiba datang seorang ibu yang minta dipijat. Dia bilang kepalanya terasa berat dan badannya tidak enak. Dia sudah keliling ke beberapa tempat pijat, tetapi ditolak.
Paulus merasa kasihan dan akhirnya menangani ibu itu. Sejak saat itu, setiap Lebaran ia hampir tidak pernah meliburkan kliniknya di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten. Bahkan, saat malam takbiran pun, ia tetap melayani pasien. Dan, besoknya setelah shalat Id, lagi-lagi ada pasien yang datang.
Perawatan tubuh
Tempat pijat dan jasa perawatan kesehatan kecantikan untuk kelas menengah ke atas juga laku keras. Itu terjadi di Taman Sari Royal Heritage Spa Jakarta. Sumiati (46), terapis di Taman Sari, menuturkan, setiap terapis telah dilatih untuk setiap keahlian, mulai dari perawatan wajah, pemijatan badan, waxing, hingga perawatan vagina.
Dulu, ketika akan menjadi terapis, ia dilatih langsung oleh Mooryati Soedibyo selaku pendiri Mustika Ratu dan pemilik Taman Sari Royal Heritage Spa. Mooryati melatih bermacam jenis pemijatan yang menjadi dasar Javanese Massage (pijat Jawa). Ini layanan utama di Taman Sari.
”Sebelumnya, kami harus belajar ilmu anatomi dan titik mana yang boleh dan tidak boleh dipijat, mengetahui 15 jenis minyak untuk memijat, etika dan cara melayani tamu dengan baik. Kami belajar jiwa, raga dan sukma,” kata Sumiati yang disapa Sumi.
Setelah kursus selesai, ia harus ikut masa uji coba selama satu bulan dengan mempraktikkan apa yang ia pelajari kepada sesama kawan peserta kursus. Setelah lulus, ia baru diterjunkan untuk menerima tamu di spa. Kini, ia telah bekerja di sana selama 19 tahun. Ia tidak hanya terapis kecantikan, tetapi juga pelatih bagi terapis baru.
Sumi mengakui, menjadi terapis tidaklah mudah. Selain secara fisik melelahkan, ia juga harus sabar melayani para tamu meskipun ia sedang berantem dengan pacar atau suami, misalnya. Belum lagi jika si tamu agak rewel.
”Hati kadang sedang menangis, tetapi jika tamu banyak permintaan, saya harus tetap berkata, iya ibu, baik. Padahal, dalam hati, Duh Gusti...,” ujar Sumi.
Rezeki mengalir
Meski melelahkan, pekerjaan sebagai terapis bisa jadi sandaran hidup Sumi. Ia mendapat gaji bulanan. Selain itu, ia kadang mendapat uang tip dari tamu. ”Saya pernah mendapat Rp 500.000 dari tamu dalam negeri. Kalau orang luar bisa lebih tinggi (kasih tip), tapi dengan mata uangnya sendiri. Mungkin malas menukar he-he-he,” kata sarjana jurusan Manajemen Informatika dari Universitas Gunadarma, Jakarta, ini sambil tertawa.
Sejauh ini, pendapatannya sebagai terapis cukup untuk hidup sekeluarga dengan anak satu yang ia miliki.
Yani dari Pijat Waras juga mendapat penghasilan yang lumayan, terutama pada musim libur Lebaran. Jika dihitung sebulan, pendapatan Yani pasca-Lebaran bisa mencapai Rp 7-8 juta atau bertambah Rp 1 juga sampai Rp 2 juta dari bulan-bulan normal.
Di tempatnya bekerja, setiap terapis mendapat jatah pembagian 45 persen, sementara pemilik Pijat Waras mendapat 55 persen dari jumlah uang jasa yang dibayar pasien.
Sama seperti Yani, penghasilan Dani yang bekerja di Intan Therapy dihitung berdasarkan jumlah tamu yang ditangani terapis. Untuk setiap tamu, Dani memperoleh 50 persen dari jasa yang dibayarkan. Sisanya 50 persen menjadi jatah pemilik Intan Therapy.
Saat ramai tamu, Dani bisa mendapat penghasilan bersih Rp 150.000. Total pendapatannya sebulan sekitar Rp 2 juta. Jauh memang jika dibandingkan dengan pendapatan Yani. Tetapi, ia bersyukur dengan pendapatannya. Setidaknya ia masih bisa membiayai makan, minum, dan membayar uang sewa kos Rp 400.000 sebulan untuk keluarganya.
Baca juga: Titip Rindu untuk Anabul Tersayang
Bagaimanapun, lanjut Dani, pekerjaan sebagai tukang pijat sangat membantu dirinya. Ia menceritakan saat mal ditutup karena pandemi Covid-19, ia harus pulang ke Garut dan bekerja di pasar. Waktu kerjanya mulai habis subuh sampai petang dengan pendapatan hanya Rp 30.000 sehari. Dari situ ia tahu, pekerjaan sebagai terapis pijat jauh lebih baik daripada bekerja di pasar di kampungnya.
Meski begitu, ia akui pekerjaan sebagai terapis pijat melelahkan dan butuh tenaga yang kuat. ”Dapat lima tamu, apalagi kalau minta dipijit seluruh badan dan wajah, itu berarti satu tamu sudah 1,5 jam sendiri. Wah capek sekali itu,” kata Dani.
Para terapis yang bertebaran di kota-kota besar punya peran penting sebagai sistem pendukung kehidupan urban. Kepada merekalah warga urban yang kelelahan datang untuk dipijat. Selepas dipijat warga urban bugar lagi. Tinggal terapisnya yang kelelahan.
Meski begitu, mereka selalu siap memijat hingga lelah sisa-sisa Lebaran hilang.