Sentimen Suku Bunga Tinggi di Pasar Saham Bertahan Lama
Sentimen suku bunga berdampak pada sektor otomotif, tetapi sektor energi dan barang baku menjadi penggerak utama di Mei.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan bank sentral mempertahankan suku bunga tinggi hingga akhir tahun telah menjadi sentimen negatif bagi pasar modal. Efeknya diperkirakan akan bertahan lama hingga membuat kinerja bursa akan melemah dalam beberapa waktu ke depan.
Hasil survei pelaku pasar oleh Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) dan CSA Community bertajuk CSA Index untuk Mei 2024 yang dirilis pada Senin (6/5/2024) menyimpulkan target pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang negatif pada Mei.
IHSG diperkirakan hanya bergerak di kisaran level 7.100 atau tumbuh negatif 1,85 persen secara year-to-date. Pelemahan ini didapatkan dari asumsi sentimen moneter yang masih ketat, antara lain karena belum pastinya potensi pemangkasan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve atau The Fed, yang menekan nilai tukar rupiah.
AAEI menimbang, kebijakan The Fed yang masih mempertahankan tingkat suku bunganya sebenarnya memberi sinyal bahwa kenaikan suku bunga tidak akan terjadi kembali dan penurunan akan dilakukan apabila target inflasi sudah tercapai. Di sisi lain, ketidakpastian dan sentimen negatif masih membayangi terkait proyeksi kinerja emiten pada masa mendatang.
Bagaimana pun, proyeksi kebijakan AS yang ikut menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen kemarin bisa berdampak memperlambat proyeksi pertumbuhan ekonomi ke depan. Perlambatan bisa terjadi kendati pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2024 tumbuh solid di angka 5,11 persen.
Treasury Economist Team Bank Danamon dalam laporan Mei juga memperkirakan bahwa penurunan suku bunga The Fed hanya sebesar 25 basis poin di Desember 2024, lebih sedikit dibandingkan perkiraan sebelumnya, yakni pemangkasan hingga dua kali.
Adapun Bank Indonesia diperkirakan tidak akan menurunkan suku bunga hingga akhir tahun. Dengan demikian, siklus penurunan suku bunga BI akan dimulai paling cepat pada triwulan pertama 2025, dengan fokus pada normalisasi perbedaan antara suku bunga BI rate dan The Fed untuk menjamin stabilitas rupiah di tengah pelebaran transaksi berjalan defisit.
Sektor otomotif terdampak
Danamon memperkirakan, sentimen suku bunga membuat sektor investasi seperti otomotif terdampak. Industri tersebut selama triwulan pertama 2024 masih mengalami penurunan signifikan, ditandai oleh penurunan penjualan kendaraan roda empat sebesar 23,9 persen secara tahunan.
Penurunan ini terutama didorong oleh anjloknya penjualan kendaraan penumpang, khususnya pada segmen mobil hemat energi tipe 4x2 dan harga terjangkau, yang bersama-sama menyumbang 10,3 persen terhadap penurunan keseluruhan. Penurunan tersebut menunjukkan perubahan nyata dalam perilaku konsumen dan preferensi dalam pasar otomotif.
Selain itu, faktor eksternal juga memperburuk tantangan yang dihadapi industri ini. Ketegangan geopolitik, melemahnya permintaan global, dan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama semuanya sangat membebani daya beli konsumen.
Tekanan-tekanan eksternal ini telah menambah ketidakpastian konsumen untuk mengambil utang baru, terutama untuk pembelian dalam jumlah besar seperti kendaraan baru. Survei perbankan terbaru menyoroti tren penurunan permintaan pinjaman. Nilai penyaluran kredit baru triwulan pertama 2024 sebesar 60,8 persen, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 96,1 persen. Penurunan penyaluran kredit diperkirakan akan berlanjut di triwulan kedua.
Danamon pun menilai, secara komponen, permintaan pinjaman untuk kendaraan bermotor diperkirakan akan turun pada triwulan mendatang.
CSA Index dari Survei AAEI mencermati beberapa sektor yang akan menjadi penggerak utama untuk IHSG pada Mei. Sektor tersebut antara lain energi dan barang baku seperti emiten industri tambang.
Sektor energi, disebutkan, untuk pertama kalinya menjadi pilihan utama pelaku pasar menggantikan sektor keuangan yang selama ini menjadi andalan pelaku pasar. Sektor keuangan khususnya perbankan saat ini masih mengalami koreksi dalam karena proyeksi kebijakan suku bunga tinggi.
Di sisi lain, potensi penguatan harga komoditas energi menjadi pendorong utama kinerja positif indeks sektor energi hingga mampu tumbuh 5,94 persen sepanjang April lalu. Ini senada dengan faktor pendongkrak saham emiten sektor barang baku.