Axiata dan Sinar Mas dikabarkan terus melanjutkan pembicaraan rencana transaksi penggabungan XL Axiata-Smartfren.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Operator telekomunikasi asal Malaysia, Axiata Group Bhd, dan konglomerat Sinar Mas Group dikabarkan akan melanjutkan rencana untuk menggabungkan operasi bisnis telekomunikasi mereka di Indonesia. Keduanya sedang mendiskusikan struktur kesepakatan yang dapat melibatkan campuran uang tunai dan saham.
Axiata Group Bhd merupakan pemegang saham mayoritas di PT XL Axiata Tbk. Sementara Sinar Mas Group merupakan investor di balik PT Smartfren Telecom Tbk.
Sumber Bloomberg, seperti ditulis oleh Bloomberg, Kamis (25/4/2024), menyebutkan, Axiata Group Bhd dan Sinar Mas Group sedang mendiskusikan struktur transaksi potensial yang akan menciptakan entitas gabungan dari bisnis telekomunikasi mereka di Indonesia senilai 3,5 miliar dollar AS.
Perusahaan dapat mencapai kesepakatan tidak mengikat dalam beberapa bulan mendatang sehingga memungkinkan keduanya untuk melanjutkan negosiasi dan melakukan uji tuntas, kata laporan Bloomberg itu. Meski demikian, dari negosiasi yang akan dijalankan, tidak ada jaminan bahwa kesepakatan akan tercapai.
Rumor konsolidasi PT XL Axiata Tbk dan PT Smartfren Telecom Tbk kembali santer sejak tahun lalu. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi bahkan telah mengetahui rumor itu. Saat ditemui media seusai berkunjung ke Apple Developer Academy BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (26/3/2024), Budi menilai adanya konsolidasi membuat industri telekomunikasi di Indonesia lebih sehat dan efisien.
”Tiga operator telekomunikasi seluler, kan, sudah cukup,” ujarnya. Hanya saja, Budi menekankan, pihaknya tidak akan ikut campur. Semua urusan bisnis dikembalikan lagi ke tiap-tiap operator telekomunikasi seluler.
Pekan lalu, operator telekomunikasi Dialog Axiata PLC, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Axiata Group Bhd, menandatangani perjanjian untuk membeli operasi Bharti Airtel di Sri Lanka.
Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini saat sesi halalbihalal dengan media, Kamis (25/4/2024), di Jakarta, mengatakan, urusan aksi korporasi seperti itu adalah ranah pemegang saham. Hingga saat ini, kepastian konsolidasi belum keluar sehingga uji tuntas konsolidasi juga belum ada.
”Kalau hilalnya (konsolidasi dengan PT Smartfren Telecom Tbk) belum ada, pasti uji tuntas juga belum ada. Jika kepastian sudah keluar, kami pasti mengumumkan ke media,” ujarnya.
Dian menjelaskan, konsolidasi antarperusahaan telekomunikasi seluler baik untuk menyehatkan industri telekomunikasi seluler dan operasional perusahaan yang terlibat, serta meningkatkan layanan ke konsumen. Semua pemegang saham operator telekomunikasi seluler pasti melihat peluang konsolidasi untuk menjadikan industri tumbuh lebih sehat.
Bersamaan dengan isu konsolidasi PT XL Axiata Tbk dengan PT Smartfren Telecom Tbk, industri telekomunikasi seluler di Tanah Air juga diterpa kabar rencana Kemenkominfo untuk melelang spektrum frekuensi 700 megahertz (MHz) dan 26 gigahertz (GHz) sebelum ganti rezim pemerintahan. Kabar itu juga diikuti janji Kemenkominfo untuk memberikan insentif yang memudahkan operator telekomunikasi seluler untuk membayar biaya hak penggunaan (BHP) spektrum frekuensi.
Saat ditanya pertanyaan mana yang lebih menguntungkan bagi PT XL Axiata Tbk, apakah konsolidasi dengan PT Smartfren Telecom Tbk dilakukan dulu atau ikut lelang 700 MHz dan 26 GHz yang dijanjikan pemerintah pada 2024, Dian tidak menjawab. Ia mengaku belum mendapat konfirmasi kepastian konsolidasi atau tidak PT XL Axiata Tbk dengan PT Smartfren Telecom Tbk.
”Cuma, biasanya, pemerintah (Kemenkominfo) yang akan ambil keputusan berapa banyak lebar pita spektrum frekuensi yang harus dikembalikan operator yang siap konsolidasi,” ujarnya.
Dian menyebutkan, sejauh ini PT XL Axiata Tbk sudah memiliki dana yang siap dipakai untuk mengikuti lelang spektrum frekuensi baru. Dia juga sempat mengatakan bahwa perusahaan sedang butuh tambahan lebar pita spektrum frekuensi supaya bisa meningkatkan kecepatan layanan ke pelanggan.
”Dibanding operator telekomunikasi seluler lainnya, jumlah lebar pita spektrum frekuensi yang kami miliki bisa dibilang paling sedikit,” katanya.
Direktur PT Smartfren Telecom Tbk Antony Susilo dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (19/4/2024), mengatakan, ia tidak memiliki ataupun mengetahui informasi terkait merger PT XL Axiata Tbk dengan PT Smartfren Telecom Tbk. Dengan demikian, hingga sekarang, perusahaan belum memiliki hal material yang dapat memengaruhi keputusan pemegang saham atau harga saham yang dapat diumumkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, BEI, dan publik.
Pada hari yang sama, perusahaan juga mengumumkan akan melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dulu atau right issue sebesar Rp 8,57 triliun. Sebanyak Rp 5,48 triliun di antaranya direncanakan dipakai untuk melunasi utang dan bunga ke Niven Holdings Limited. Dana itu direncanakan juga akan dipakai untuk modal kerja.
Associate Vice President — Deputy Head of Research Sucor Sekuritas, Paulus Jimmy, Rabu (24/4/2024), di Jakarta, mengatakan, salah satu tujuan konsolidasi antaroperator telekomunikasi adalah untuk mengejar spektrum frekuensi.
Pengembalian spektrum frekuensi dari operator telekomunikasi seluler yang terlibat merger dan akusisi kepada negara akan diputuskan oleh Menkominfo. Itu pun biasanya menteri akan memutuskan per kasus. Hal ini lazim karena pemerintah ingin menghindari oligopoli.
”Dengan besaran addressable market layanan seluler di Indonesia, kami menilai bahwa tiga operator besar itu sudah cukup baik. Sejumlah negara juga umumnya memiliki dua atau tiga operator telekomunikasi seluler,” katanya.